BIOGRAFI PENGARANG
nyoman manda
NOVEL IKENTUNG ULING LODTUNGKANG
Biografi
pengarang adalah cerita tentang jalan hidup seseorang yang ditulis oleh orang
lain. Menulis biografi adalah menghadirkan kembali jalan seseorang berdasarkan
sumber fakta-fakta yang telah dikumpulkan (Sumardjo, 1988:22), lebih lanjut
dikatakan Sumardjo (1988:23) seseorang menulis biografi harus jelas, obyektif,
dan tidak memuja atau meremehkan perbuatan seorang tokoh. Menurut Wellek dan
Warren (1990: 82) Biografi pengarang penting artinya dalam proses pengkajian
terhadap karya sastra, lebih-lebih dalam kajian terhadap sosiologi sastra.
Penyebab utama lahirnya karya sastra adalah penciptanya sendiri, yaitu sang
pengarang. Itulah sebabnya penjelasan tentang kepribadian dan kehidupan pengarang
adalah metode tertua dan paling mapan dalam studi sastra. Dengan mengacu pada
pendapat-pendapat yang telah dipaparkan di atas maka biografi Novel IKUL(I Kentung Uling Lodtungkang) dapat
dilihat dari beberapa bagian yakni : riwayat hidup pengarang, riwayat
kepengarangan dan hasil-hasil karya dan pengarang itu sendiri.
2.1. Riwayat Hidup Pengarang
I
Nyoman Manda merupakan anak dari I Wayan Dadi dan Ni Ketut Puri keduanya telah
almarhum. I Nyoman Manda dilahirkan di Banjar Pasdalem, Gianyar pada tanggal 14
April 1938. Ayahnya, I Wayan Dadi yang selama hidupnya bekerja sebagai polisi
Belanda dilahirkan pada tahun 1906 sedangkan Ibunya Ni Ketut Puri berasal dari
Cemenggaon, Gianyar. Kakeknya bernama Wayan Gejer dan Neneknya bernama Wayan Rati
berasal dari Banjar Teges, Gianyar. I Nyoman Manda merupakan anak ke tiga dari
delapan bersaudara tetapi saudaranya Wayan dan Made telah meninggal saat masih
bayi begitu pula dengan adiknya yang bernama I Ketut Sada. Sekarang saudaranya
hanya empat yaitu Wayan Bila, Made Rosi, Nyoman Sujana dan Ketut Ari. I Nyoman
Manda juga memiliki dua ibu tiri yaitu Made Rembin (mempunyai seorang anak Made
Kari) dan Wayan Suken dari Sengguan, Gianyar.
Semasa
kecil I Nyoman Manda tinggal bersama keluarganya di desa kelahirannya Pasdalem.
Saat itu I Nyoman Manda senang bermain di sawah bersama teman-temannya meskipun
ia bukan seorang anak petani. Kegiatannya pada masa itu sama seperti anak-anak
lainnya mandi di sungai, mencari capung, mengembala itik. Masa anak-anak yang
tidak terlupakan itu ia tuangkan dalam sebuah novel anak-anak yang berjudul “I Kentung Uling Lodtungkang”. Novel
tersebut menceritakan tentang seorang anak petani yang tekun dan giat bekerja
membantu orang tuanya.
Ketika
mengenal dunia sekolah, I Nyoman Manda bersekolah di SR II Cangkir Tegal Tugu
Gianyar pada tahun 1946 hingga tahun 1952. Setetah tamat SR I Nyoman Manda
melanjutkan bersekolah di SMN Gianyar (cikal bakal SMP Negeri 1 Gianyar) hingga
tahun 1955. Sesudah menyelesaikan sekolah di SMN Gianyar kemudian ia melanjutkan
di SMA Negeri Singaraja. I Nyoman Manda melanjutkan ke SMA Singaraja karena
mengikuti ayahnya yang dipindahtugaskan ke Singaraja. Setamat dari SMA
Singaraja ia melanjutkan ke B1 Bahasa Indonesia di Singaraja. I Nyoman Manda
menamatkan pendidikannya di B1 Bahasa Indonesia di Singaraja pada tahun 1961
kemudian I Nyoman Manda langsung mendapat tugas sebagai guru di SGA Negeri di
Selong, Lombok Timur selama tiga tahun sampai tahun 1964. Pada tahun 1990 I
Nyoman Manda meraih gelar sarjana S1 di Universitas Terbuka.
Setelah
selama tiga tahun mengabdi sebagai guru di Lombok, I Nyoman Manda kembali ke
Bali pada tahun 1964, pada saat itu pula I Nyoman Manda menikah dengan Made
Seruti yang bekerja sebagai guru TK di Gianyar dan terakhir bekerja di kantor
badan Pembelian Padi(semacam Bulog). Setelah berkeluarga I Nyoman Manda tinggal
di Jalan Majapahit Gang Gunung Agung IV, Banjar Teges Gianyar. Pernikahannya
dengan Made Seruti dikarunia tiga orang anak. Anaknya yang pertama bernama Gede
Palgunadi seorang sarjana tamatan Universitas Airlangga jurusan Hubungan
Internasional (HI). Drs Gde Palgunadi kawin dengan Drg Ayu Rini Anaknya yang
kedua bernama Kadek Pramesti Dewi sarjana tamatan Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana kawin dengan Dr Nyoman Rudi Susanta Spog. dari desa Kamasan
Kelungkung Anaknya yang ketiga bernama Ni Komang Tri Anggreni seorang sarjana
Fakultas Hukum Universitas Udayana dan kawin dengan dr Wayan Adi dari
Tegalinggah Gianyar.
Pada
tahun 1964 I Nyoman Manda mengajar di SMA 1 Gianyar sampai tahun 1986, kemudian
ia diangkat menjadi kepala sekolah di SMA 3 Sukawati. I Nyoman Manda menjabat
sebagai kepala sekolah di SMA 3 Sukawati selama 9 tahun. Pada tahun 1995 ia
dipindahkan kembali ke SMA 1 Gianyar sebagai kepala sekolah. Setelah 38 tahun mengabdi
sebagai guru, I Nyoman Manda pensiun pada tahun 1998. ketika menjadi seorang
guru I Nyoman Manda tidak hanya mengajar 1 mata pelajaran saja meskipun ia
tamatan bahasa Indonesia. I Nyoman Manda sempat mengajar agama, kesenian, serta
bahasa asing seperti bahasa Inggris dan bahasa Jerman. Kemampuan berbahasa
asing ini membawa berkah bagi I Nyoman Manda karena dengan begitu ia dapat
mengambil pekerjaan sampingan sebagai guide
free lance di daerah Ubud. Pekerjaan sebagai guide dijalani karena penghasilan sebagai seorang guru dirasakan
belum bisa memenuhi kebutuhan keluarganya.
Pada
tahun 1966 hingga tahun 1977 I Nyoman Manda juga sempat menjabat sebagai
anggota DPRD tingkat II Gianyar. Di samping itu pada tahun 1971 hingga tahun
1977 ia juga sempat menjabat sebagai ketua KNPI Gianyar. Tahun 1974 I Nyoman
Manda sempat pula bekerja sebagai koresponden surat kabar Suara Karya serta ia
juga menulis di Surat Kabar Merdeka, Angkatan Bersenjata, Bali Post dan
Simponi. Ketika pensiun sebagai guru, I Nyoman Manda tetap menulis dan
bersama-sama teman sastrawan lain seperti Djelantik Santha, Made Suarsa, Samar
Gantang, Made Sanggra (almarhum) serta sastrawan-sastrawan muda lainnya sebagai
redaktur majalah Canang Sari. Di samping itu I Nyoman Manda juga menjadi salah
satu editor dan penulis di Bali Post dalam rubrik khusus berbahasa Bali yang
berjudul Bali Orti serta sebagai pengasuh Majalah Satua yang memuat kumpulan
cerpen berbahasa Bali.
Untuk
menghapus perasaan penatnya ketika menulis, I Nyoman Manda mengisi waktunya dengan
berkebun di rumahnya. Berbagai tanaman hias menghiasi halaman rumahnya terutama
anggrek dan adenium. Di samping mengisi waktunya dengan berkebun, I Nyoman juga
sering menghibur diri dengan bercanda dan bersenda gurau bersama cucu-cucunya.
2.2
Riwayat Kepengarangan
Dalam
dunia kesusastraan Bali Modern tidak dapat dipungkiri I Nyoman Manda merupakan
sastrawan Bali yang produktif. I Nyoman Manda dapat menghasilkan kurang lebih 2
sampai 5 buku dalam setiap tahunnya baik berupa kumpulan cerpen, novel serta
karya-karya lainnya. Ketertarikannya menulis tidak lepas dari perhatiannya yang
cukup besar terhadap kesusastraan Bali dan kegemarannya membaca. Bakat I Nyoman
Manda dalam bidang sastra terlihat ketika memasuki masa SMA. Saat itu
tulisannya banyak dimuat pada majalah dinding sekolah. Baru setelah diangkat
menjadi guru SGA Negeri Selong Lombok Timur, I Nyoman Manda mulai berani
mementaskan drama yang ditulisnya di sekolah dan ketika perayaan ulang tahun
kabupaten Lombok Timur.
Ketika
dipindahkan ke SMA Negeri 1 Gianyar sebagai guru, kemampuan menulis I Nyoman
Manda semakin berkembang. Saat itu ia diminta untuk menulis naskah drama untuk
dipentaskan dalam rangka ulang tahun SMA Negeri 1 Gianyar. I Nyoman Manda mulai
pula menulis cerpen berbahasa Indonesia pada berbagai majalah ataupun surat
kabar seperti Simponi, Bali Post, Harian Nusa Tenggara, Media Muda Balai
Pustaka. Di samping itu ia aktif juga menulis artikel tentang budaya dalam
Mingguan Merdeka Zaman, Suluh Marhaen, dan Suara Karya. Kegiatan I Nyoman Manda
dalam dunia sastra tidak berhenti sampai di sana. Pada tahun 1973 I Nyoman
Manda menerbitkan sebuah buku yang berisi kumpulan puisi berbahasa Bali yang
berjudul Ganda Sari. I Nyoman Manda menulis buku Ganda Sari bersama sahabatnya
Made Sanggra (Almarhum). Made Sanggra (Almarhum) banyak memberi tuntunan kepada
I Nyoman Manda dalam menulis. Ketika itu I Nyoman Manda masih menjabat sebagai
anggota DPRD Tk.II Gianyar. Dalam karyanya tersebut I Nyoman Manda banyak
mengangkat tema tentang adat istiadat, pendidikan serta budaya lokal. Di
samping bersahabat dengan sastrawan Bali, I Nyoman Manda bersahabat juga dengan
Sultan Takdir Alisyahbana yang tiada lain merupakan salah satu sastrawan
ternama di Indonesia. Persahabatan ini membawa I Nyoman Manda untuk menjalin
kerjasama dengan Sultan Takdir Alisyahbana. Kerjasama ini berlangsung selama 10
tahun. I Nyoman Manda sering pula mengadakan pementasan seni di Balai Seni Toya
Bungkah Danau Batur milik Sultan Takdir Alisyahbana. Pada tahun 1974 dengan
berdirinya TVRI menjadi suatu wadah bagi I Nyoman Manda untuk mementaskan
karya-karyanya bersama sanggar Purnama dan Sanggar Malini yang diasuhnya.
Seringkali I Nyoman Manda mementaskan dramanya serta apresiasi puisi di TVRI.
Setiap
inspirasi yang muncul dalam penulisan karyanya selalu didasarkan pada fenomena
sosial yang sedang terjadi di lingkungan masyarakat sekitarnya. Setiap
inspirasi tersebut pasti selalu dituangkan dalam bentuk tulisan baik cerpen,
novel, esai ataupun puisi. Terkadang inspirasi bisa datang kapan saja karena
itu I Nyoman Manda membawa laptop ke kamar tidurnya, selain komputer yang ada
di ruang kerjanya. Bahkan I Nyoman Manda membawa sebuah catatan kecil kemanapun
bepergian. Catatan kecil itu dapat digunakan, seandainya pada saat bepergian ia
mendapatkan inspirasi ia bisa langsung menuliskannya. Bagi I Nyoman Manda
sekecil apapun inspirasi yang datang sangat bermanfaat bagi karya-karyanya
karena itu tidak pernah menyia-nyiakan inspirasi tersebut. I Nyoman Manda
percaya bahwa setiap inspirasi dalam karya-karyanya adalah anugrah dari Ida
Sang Hyang Widhi. Keyakinan itulah yang membuatnya tidak pernah berhenti
berbakti dan berterimakasih kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Setiap bulan
purnama I Nyoman Manda melakukan persembahyangan serta ngayah makakawin di
pura-pura bersama kelompoknya yang diberi nama Tirthayatra. Saat melakukan persembahyangan ke pura-pura I Nyoman
Manda mendapatkan inspirasi-inspirasi pula dan inspirasi tersebut dituangkan
dalam tulisan. Dalam bukunya yang berjudul Tirtha
Yatra ka India mengisahkan pengalamannya saat melakukan perjalanan suci ke
India serta Jantra Tirtha Yatra, mengisahkan
tentang perjalanannya ketika melakukan persembahyangan ke pura-pura di seluruh
Bali, Nusa Penida, Jawa dan Lombok.
Tema
pendidikan, adat istiadat, budaya lokal selalu menjadi pilihan utama sebagai
dasar dalam berkarya. Hal ini sesuai dengan latar belakang I Nyoman Manda
sebagai seorang pendidik. Cerpennya yang berjudul Guru Made mengisahkan tentang kisah hidup dan pengabdian seorang
guru. Dalam cerpen ini sarat akan nilai-nilai pendidikan. Cerpen ini
mengisahkan kehidupan seorang tokoh yang bernama guru made yang bekerja keras
untuk menghidupi keluarganya serta menyekolahkan anak-anaknya. Ia berusaha
mencari penghasilan tambahan dengan membantu istrinya berjualan di pasar
setelah mengajar. Pekerjaan tambahan dijalani karena gaji sebagai seorang guru
dirasakan kurang cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Meskipun dalam
keadaan yang serba kekurangan ia tetap mengabdi dan mendidik murid-muridnya
untuk menjadi sukses. Pada PKB tahun 1995 cerpen ini mendapatkan juara pertama
dalam lomba penulisan cerpen berbahasa bali.
I
Nyoman Manda juga mengembangkan tema penulisannya kepada bidang pariwisata. I
Nyoman Manda sadar perkembangan pariwisata di Bali bisa diangkat menjadi sebuah
karya yang menarik. Cerpennya yang berjudul Togog
dan dalam buku kumpulan cerpen Helikopter
sarat akan nilai-nilai pariwisata. Bahkan cerpen Togog mendapatkan juara kedua dalam sayembara mengarang cerpen Bali
yang diadakan oleh Balai Bahasa Singaraja pada tahun 1977. I Nyoman Manda juga
menulis kumpulan cerpen yang mengisahkan ketika terjadi pengeboman di Kuta pada
tanggal 12 Oktober 2002 yang sempat meluluhlantahkan pariwisata di Bali. Pada
kumpulan cerpen ini diungkapkan kepiluan dan kesedihan ketika pengeboman itu
terjadi. Kumpulan cerpen ini ditulis dalam tiga bahasa. Dalam bahasa Bali
cerpen ini berjudul Laraning Carita Ring
Kuta, dalam bahasa Inggris berjudul Our
Sorrow in Kuta dalam bahasa Indonesia cerpen ini berjudul Duka Kita di Kuta. Terdapat 11 cerpen
yang ditulis dalam kumpulan cerpen ini antara lain Sopir Taxi, Jeg Maklepet Mati, Sumpanganga Bunga Jepun Akatih, Angkot
Tua, Mlali ka Kuta, Dadi Beli Sing Niman Tiang, Pupus hangus Tresnané Lanus,
Ngamigmig, Relawan, wawancara dan Penjor. Penjor digunakan sebagai salah
satu judul cerpen karena I Nyoman Manda melihat bagaimanapun cobaan yang
dihadapi oleh umat Hindu hanya kepada Ida Sang Hyang Widhi kita selalu memohon
dan berdoa agar diberikan kekuatan untuk menghadapi cobaan tersebut. Pada tahun
2008 I Nyoman Manda juga menulis sebuah novel yang berkaitan dengan peristiwa
pengeboman tersebut. Novelnya yang berjudul Depang
Tiang Bajang Kayang-Kayang mengungkapkan tekad masyarakat Bali untuk
bangkit kembali membangun pariwisata yang tengah terpuruk.
Ide-ide
tentang keagamaan yang erat dengan kehidupan umat hindu menjadi salah satu tema
dalam karya-karya I Nyoman Manda. Ini dapat dilihat dalam drama Masan Cengkehe Mabunga yang mengisahkan
tentang kehidupan petani cengkeh di sebuah desa di Kayuamba,Kintamani. Di dalam
drama ini sangat jelas mengungkapkan tentang nilai-nilai Karmaphala merupakan pedoman umat hindu dalam menjalani kehidupan
karena apapun yang diperbuat manusia di dunia pasti akan ada hasilnya. Drama
ini sempat memenangkan juara pertama pada sayembara penulisan drama yang
diadakan oleh Listibiya Bali pada tahun 1978. Kumpulan puisi I Nyoman Manda
yang berjudul Mara-Mara juga sarat
akan nilai-nilai keagamaan.
Ide-ide
tentang kehidupan anak mudapun tidak ketinggalan menjadi salah satu tema yang
menarik dalam karya-karya I Nyoman Manda. Tema-tema seperti kenakalan remaja,
percintaan remaja, narkoba diungkapkan I Nyoman Manda untuk memberi pencerminan
masyarakat tentang kehidupan remaja sejak menulis Novel Kasih Bersemi Di Danau Batur. Novel ini menceritakan kehidupan
remaja secara umum. Novel ini diterbitkan pada tahun 1981 oleh Listibiya. Pada
tahun 2002 I Nyoman Manda kembali menulis sebuah novel yang berjudul Manah Bungah Lenyah di Toyabungkah. Novel
ini yang bertemakan kisah percintaan remaja, kemudian dilanjutkan dengan Novel Lan jani yang mengisahkan pula tentang
percintaan dua insan anak muda. Novel ini telah mendapatkan juara kedua pada
sayembara yang diadakan oleh Lembaga Bahasa Singaraja pada tahun 1974, tetapi
baru diterbitkan ke dalam bentuk buku pada tahun 2002. Novel lainnya yang
menceritakan tentang kehidupan remaja SMA dan kehidupan yang dipengaruhi oleh
teknologi modern yakni Novel Nembangang
Sayang yang diterbitkan pada tahun 2007, kemudian kisah dalam Novel Nembangang
Sayang dilanjutkan dalam Novel Ngabih
Kasih di Pasisi Lebih yang diterbitkan pada tahun 2008.
Ketika
terjadi masa transisi pemerintahan di Indonesia dari masa orde baru ke masa
reformasi, I Nyoman Manda juga turut mengembangkan karya-karyanya kepada
tema-tema yang berbau kritik sosial serta protes terhadap gejolak yang terjadi
pada masyarakat saat itu. Kumpulan puisinya yang berjudul Suung Luung yang diterbitkan tahun 2003 mengisahkan gejolak
kehidupan masyarakat Indonesia ketika memasuki masa pemerintahan reformasi.
Dalam kumpulan drama yang berjudul Demo I
Nyoman Manda banyak memberi kritikan kepada pemerintahan di Indonesia saat itu
utamanya yang disoroti yakni terjadinya KKN dalam pemerintahan yang berakibat
kepada penderitaan rakyat.
Melihat
perjalanan sejarah Bali yang sarat akan perjuangan dan jiwa kepahlawanan, I
Nyoman Manda pun merasa tertarik untuk mengangkat tema tersebut ke dalam
karya-karyanya. Hal ini dapat dilihat dari beberapa karyanya yang bertemakan
sejarah, perjuangan serta kisah kepahlawanan. Novel Bungan Gadung Ulung Abancang ialah novel yang sarat akan
nilai-nilai sejarah. Novel yang terdiri dari tiga buah novel berseri ini
bersumber pada Babad Pulasari. Novel lainnya yang mengandung nilai sejarah
yakni Novel Gending Pengalu. Novel
ini diterbitkan pada April 2007 bertepatan dengan Ulang Tahun kota Gianyar.
Dalam kumpulan puisinya yang berjudul Puputan
badung mengisahkan tentang perjuangan Raja Badung dan rakyatnya untuk
mempertahankan daerah Badung dari gempuran penjajah. Karya I Nyoman Manda yang
bertemakan tentang kepahlawanan tercermin dalam cerpennya yang berjudul Angin Ngesir Di Batan Bingine.
Dalam
perjalanan penulisannya, I Nyoman Manda juga menerjemahkan beberapa karya-karya
sastrawan Indonesia ke dalam bahasa Bali. Beberapa buku yang diterjemahkan oleh
I Nyoman Manda antara lain Sukreni Gadis
Bali karya A. A. Panji Tisna, Novel Di
Bawah Lindungan Kaabah karya Hamka, kumpulan cerpen Bawuk yaitu kumpulan cerpen pilihan dalam majalah Horison, Kumpulan
puisi yang berjudul Tirani dan Benteng karya
Taufik Ismail, kumpulan puisi Deru Campur
Debu karya Chairil Anwar, serta cerpen Di
Tengah Keluarga karya Ajip Rosidi. Layar Terkembang karangan Sutan Takdir
Alisyahbana,
Penerjemahan
karya-karya sastrawan Indonesia ini dimanfaatkan I Nyoman Manda sebagai wahana
untuk memperkaya khasanah kesusastraan Bali serta sebagai proses pematangan
dirinya dalam berkarya. Di samping menulis karya sastra serta karya terjemahan
I Nyoman Manda menyempatkan diri untuk menulis biografi tentang dirinya.
Biografi tersebut ia beri judul Geliat
Sastra Nyoman Manda. Dalam biografi tersebut berisi tentang riwayat
kepengarangan I Nyoman Manda, karya-karya yang telah ditulisnya serta beberapa
penghargaan yang diperoleh selama menggeluti dunia sastra. Selain menulis
tentang dirinya I Nyoman Manda sempat pula menulis sebuah biografi seorang
pengusaha perbankan dari Tabanan yang menjadi sponsor I Nyoman Manda sendiri.
Karya-karya
yang telah ditulis oleh I Nyoman Manda membuatnya menjadi salah satu sastrawan
yang ternama di Bali. Beberapa karyanya meraih kemenangan dalam
sayembara-sayembara yang diikuti antara lain sebagai pemenang utama dalam
sayembara penulisan naskah drama berbahasa Bali pada tahun 1978 disusul sebagai
juara harapan dalam sayembara penulisan naskah drama modern berbahasa Bali yang
dilaksanakan pada tahun 1981, sebagai pemenang harapan pula dalam sayembara
penulisan naskah drama berbahasa Indonesia pada tahun 1991. Pada PKB 1995 I
Nyoman Manda meraih pemenang utama penulisan cerpen berbahasa Bali. Beberapa
penghargaan juga diperoleh I Nyoman Manda atas pengabdiannya dalam bidang
pendidikan serta tekad kerasnya untuk membina dan mengembangkan kesusastraan
Bali antara lain penghargaan sebagai guru teladan pada tahun 1984, penghargaan
Wijaya Kusuma yang diberikan pada tahun 1994 dari Pemerintah Tingkat II
Kabupaten Gianyar atas pengabdian I Nyoman Manda membina dan mengembangkan
sastra daerah. Pada tahun 1999 dua penghargaan diraihnya yakni penghargaan
Sastra Rancage serta penghargaan dari Yayasan Saba sastra Bali. Dua penghargaan
ini diberikan penghargaan atas usaha dan dedikasi I Nyoman Manda untuk membina
dan memajukan sastra Bali Anyar. Pada tahun 2003 Penghargaan sastra Rancage
kembali diraihnya atas karya novelnya yang berjudul Bungan Gadung Ulung Abancang yang dibuat dalam tiga novel
bersambung. Beberapa tahun kemudian tepatnya tahun 2008 penghargaan sastra
Rancage kembali diraih I Nyoman Manda atas novelnya yang berjudul Depang Tiang Bajang Kayang-Kayang.
Masa
pensiun I Nyoman Manda tetap dijalani dengan mengabdikan diri kepada dunia
sastra. bahkan kini waktu yang dimilikinya untuk berkarya lebih banyak. Setiap
tahunnya rata-rata I Nyoman Manda bisa menerbitkan 2 sampai dengan 5 buku
berupa kumpulan cerpen, kumpulan puisi, novel, esai maupun drama. Hal
terpenting saat ini yang ingin dicapai I Nyoman Manda yakni berusaha untuk
mengembangkan dan memajukan Sastra Bali. I Nyoman Manda tidak pernah berpikir
untuk mendapatkan keuntungan yang besar dari karya-karya yang ditulisnya.
Keutamaan baginya dalam berkarya yakni kesungguhan dalam menghasilkan karya
tersebut sehingga dapat menjadi tolok ukur bagi kemajuan Sastra Bali. Satu
harapan yang terbesit di hati I Nyoman Manda semoga karya-karyanya dapat
mendorong kemunculan sastrawan-sastrawan muda yang nantinya dapat membawa
pembaharuan untuk Sastra Bali Modern.
2.3
Proses Kelahiran Novel I Kentung Uling Lodtungkang
Beberapa
karya I Nyoman Manda lahir dari pengalaman hidupnya yang berkesan. Novel IKUL
merupakan salah satu novel yang tercipta dari pengalaman masa anak-anak I
Nyoman Manda. Novel IKUL lahir berawal dari ide I Nyoman Manda untuk menuliskan
riwayat hidup masa kecilnya dan kenangannya saat hidup di banjar Pasdalem
Gianyar (dalam Novel IKUL disebutkan desa Lodtungkang). Novel ini menceritakan
kehidupan anak-anak Bali tradisional yang hidup pada tahun 1948, ketika itu I
Nyoman Manda masih duduk di bangku kelas empat sekolah dasar. Kegiatan-kegiatan
I Nyoman Manda semasa anak-anak yang paling berkesan menjadi bagian cerita
dalam novel ini seperti kehidupannya ketika di sawah, menggembala itik,
menyabit rumput untuk makanan binatang ternak, mencari mangga bersama
teman-temannya.
Dalam
Novel IKUL sangat kental akan suasana kehidupan petani zaman dahulu dengan
peralatan yang masih kuno serta kehidupan keseharian yang sederhana. Pertanian
menjadi penopang utama kehidupan masyarakat masa itu. Di samping beternak yang
dipakai sebagai penghasilan sampingan. Adat dan kebiasaan masyarakat Bali pada
masa itu juga menjadi salah satu bagian yang menarik dalam Novel IKUL seperti
kesibukan masyarakat menyambut hari raya galungan dan suasana sukacita ketika
hari raya galungan tiba. Kisah Novel IKUL juga menggambarkan kehidupan
masyarakat Bali yang sejak dahulu mengasihi sesama mahluk ciptaan Tuhan, Hal
ini tersirat ketika adanya peringatan hari raya tumpek uye (hari baik untuk
mengupacarai hewan ternak). Kehidupan masyarakat Bali tradisional ini juga
menjadi inspirasi I Nyoman manda dalam menulis kumpulan puisi yang berjudul Tiang.
I
Nyoman Manda menyadari di tengah arus globalisasi yang gencar banyak pengaruh
buruk yang diberikan, terutama pada anak-anak. Suatu harapan I Nyoman Manda
dari lahirnya Novel IKUL ditengah masa modern yakni agar anak-anak bali tidak
lupa akan kultur Balinya seperti permainan rakyat, sikap sopan dan berbudi
pekerti yang mencerminkan orang Bali, menuruti dan membantu orang tua, serta
bersikap selalu didasari atas ajaran agama.
2.4
Karya-karya Pengarang
I
Nyoman Manda merupakan salah satu sastrawan Bali yang produktif. Telah banyak
karya sastra Bali modern yang dihasilkan baik yang menggunakan bahasa Bali
maupun bahasa Indonesia. Beberapa karyanya banyak memperoleh penghargaan dalam
sayembara-sayembara maupun dalam berbagai perlombaan. Adapun hasil-hasil karya
yang diciptakan I Nyoman Manda antara lain :
a. Karya
Sastra Novel
-
Novel
Kasih Bersemi di Danau Batur yang diterbitkan oleh Pemerintah Dati I Bali
(1981).
-
Sayong, novel
berbahasa Bali (1999).
-
Novel
Kenang Indah di Toya Bungkah, novel berbahasa Indonesia (2002).
-
Novel
Manah Bungah di Toya Bungkah, novel berbahasa Bali (2006).
-
Novel
Bunga Gadung Ulung Abancang I, II, dan III, novel berbahasa Bali yang
memperoleh penghargaan Sastra Rancage (2001).
-
Novel I
Kentung Uling Lodtungkang, merupakan novel anak-anak berbahasa Bali (2002).
-
Novelet
Gending Pengalu, merupakan novel berbahasa Indonesia yang diterbitkan
serangkaian HUT kota Gianyar (2007).
-
Novel
Nembangang Sayang, novel berbahasa Bali (2007).
-
Novel
Depang Tiang Bajang Kayang-kayang, novel ini mendapatkan penghargaan Sastra
Rancage sekaligus sebagai penghargaan ketiga bagi Nyoman Manda (2007).
-
Novel
Ngabih Kasih ring Pasisi Lebih, novel berbahasa Bali (2008).
-
Novel
Sawang-sawang Gamang, novel berbahasa Bali (2008).
b. Karya
Sastra Drama
-
Drama Brantakan,
pem,enang sayembara yang diadakan oleh BKKBK (1978).
-
Drama Masan
Cengkehe Nedeng Mabunga, pemenang sayembara yang diadakan Listibiya Bali
(1978).
-
Drama Kuuk
(1978)
-
Lelakut, kumpulan
drama anak-anak (1999).
-
Dukana
Pujangga, merupakan drama berbahasa Indonesia (2002).
-
Saat
Terakhir, drama berbahasa Indonesia (2002).
-
Demo, kumpulan
drama pendek dwi bahasa (2003).
-
Sepasrah
Kisah di Goa Gajah, drama berbahasa Indonesia (2004)
-
Kirana, drama
anak-anak (2005).
-
Dewi
Sakuntala, drama berbahasa Bali.
-
Nembang
Girang di Bukit Gersang, drama berbahasa Bali (2008).
c. Karya
Sastra Cerpen
-
Cerpen
Togog, cerpen berbahasa Bali pemenang kedua dalam sayembara yang diadakan
oleh Lembaga Bahasa Singaraja (1977).
-
Cerpen
Hilang, merupakan kumpulan cerpen berbahasa Bali yang berisi 5 buah cerpen,
yaitu Hilang, Motor Pit, Sabuk Poleng,
Limang Ringgit, dan Saksi (2001).
-
Tali
Rapiah, kumpulan cerpen berbahasa Bali yang berisi 14 cerpen, yaitu Uyut, Gelem, Brigjen Made, Tengilin Duen,
Kadutan Emas, Alih Ulih Aluh, Nyama Kelihan, Tanah, Surudan, Tresna Hilang,
Luas ka Alas Wayah, Elas Li, Pil Suargan, dan Tali Rapiah (2002).
-
I Kentung
Uling Lodtungkang, kumpulan cerita anak-anak (2002).
-
Memedi, kumpulan
cerpen anak-anak berbahasa Indonesia yang berisi 10 buah cerpen, antara lain I Kentung Naik Kelas, Digigit Ular, Perang
Gundu, Terpaksa, Sekuntum Anggrek Bulan untuk Ibu Guru, Mengecoh, Barong Galak,
Lelakut, I Kentung Menabung, dan Ketika Rembulan Bersimbah Hujan (2004).
-
Helikopter,
kumpulan cerpen berbahasa Bali yang berisi 3 buah cerpen, antara lain Helokopter, Guru Made, dan Angin Ngesir di
Batan Bingine (2004).
-
Alikan
Gumi, merupakan kumpulan cerpen berbahasa Bali (2004).
-
Kenangan
Indah di Toyabungkah, kumpulan cerpen berbahasa Bali yang dimuat dalam
majalah Teruna Bali Pustaka Jakarta. Kumpulan cerpen ini berisi 7 buah cerpen
yaitu Gusti Ayu Anjang Sari, Pupus Kasih
di Bara Api, Kenangan Indah di Toyabungkah, Salah Masuk, Di Bawah Pohon Bambu,
Semua Berlalu, dan Saat-saat Terakhir (2004).
-
Laraning
Carita ring Kuta, merupakan kumpulan cerpen yang memiliki versi dalam
bahasa Indonesia (Duka Kita di Kuta) dan Bahasa Inggris (Our Sorrow in Kuta).
Kumpulan cerpen ini berisi 11 cerpen, antara lain Sopir Taxi, Jeg Maklepet Mati, Sumpanganga Bunga Jepun Akatih, Angkot
Tua, Mlali ka Kuta, Dadi Beli Sing Niman Tiang, Pupus Hangus Tresnane Lanus, Ngamigmig,
Relawan, Wawancara dan Penjor (2002).
-
Pongah, kumpulan
cerpen berbahasa Bali (2005).
-
Sepeda
Baru, kumpulan cerpen anak-anak berbahasa Indonesia (2005).
-
Sang
Nandaka, kumpulan cerpen tentang cerita Tantri (2007).
d. Kumpulan
Puisi
-
Ganda
Sari, kumpulan puisi Bali Modern bersama almarhum Made Sanggra (1973).
-
Joged
Bumbung, kumpulan puisi Bali Modern (1975).
-
Pantai, puisi
pemenang harapan pada sayembara yang diadakan BBC London (1978).
-
Mara-mara,
kumpulan puisi Bali Modern (1994).
-
Tiang, kumpulan
puisi Bali Modern (1995).
-
Kalangen
ring Batur, kumpulan puisi Bali Modern.
-
SAB
(Singgah di Bencingah Wayah), kumpulan puisi Bali Modern (2000).
-
Puputan
Badung, kumpulan puisi Bali Modern (2000).
-
Niti Titi
Puttaparthi, kumpulan puisi Bali Modern (2000).
-
Suung Luung,
kumpulan puisi Bali Modern (2003).
-
Tiang, kumpulan
puisi Bali Modern (2004).
-
Yen, kumpulan
puisi Bali Modern (2004).
-
Nyongkok
di Bucu, kumpulan puisi Bali Modern (2006).
-
Kuuk, kumpulan
puisi Bali Modern (2006).
-
Kabar-kabar
Surat Kabar, kumpulan puisi Bali Modern (2006).
-
Swara
Cakra Kurushetra, kumpulan puisi Bali Modern (2006).
-
Puisi dalam majalah Canang Sari No. 24 antara lain Topeng
Keras, Ada Sinar Galang, Setata Megonjakan ring Angin, Ampurayang Titiang dan
Manahe Mabesikan (2006).
-
Gerip
Maurip Gridip Makedip, kumpulan puisi Bali Modern yang saat ini masih dalam
proses penyelesaian.
-
Ngintip, kumpulan
puisi terjemahan yang saat ini masih dalam proses penyelesaian.
e. Karya
Sastra Terjemahan ke Dalam bahasa Bali
-
Di Tengah
Keluarga, cerpen karya Ajip Rosidi (1999).
-
Sukreni
Gadis Bali, novel karya A.A. Pandji Tisna (1999).
-
Deru
Campur Debu, kumpulan puisi karya Chairil Anwar (2000).
-
Bawuk, kumpulan
cerpen pilihan dalam majalah Horison (2002).
-
Kuli
Kontrak, kumpulan cerpen karya Mochtar Lubis (2002).
-
Jalur-jalur
Membenam, kumpulan cerpen karya Wildam Yatim (2002).
-
Gauhati, cerpen
karya Budi darma (2002).
-
Tirani dan
Benteng, kumpulan puisi karya Taufik Ismail (2002).
-
Di Bawah
Lindungan Ka’bah, novel karya Hamka (2004).
f. Beberapa
Karya Lainnya
-
Jantraning
Tirta Yatra, catatan saat melakukan Tirta Yatra (1998).
-
Padi
Buung, kumpulan fragmen drama untuk pertunjukan TV (2000).
-
Jantra
Tirta Yatra, catatan perjalanan saat melakukan Tirta Yatra (2002).
-
Perani
Kanti, buku tentang proses dedikasi sastrawan Bali (2002).
-
Tirta
Yatra ka India, catatan perjalanan Tirta Yatra ke India (2005).
-
Riwayat
Geliat sastra Nyoman Manda, perjalanan kepangarangan I Nyoman Manda (2005).
-
Mengenang
Bayang-bayang Ilalang, sebuah buku biografi seorang perbankan dari Ubung,
Penebel Tabanan (2006).
-
Ngonang, kumpulan
catatan kecil (2006).
-
Basa lan
Sastra Bali, Kisah-kisah Jumah, kumpulan esay tentang keberadaan bahasa dan
sastra Bali (2006).
-
Majalah Canang
Sari.
-
Majalah Satua.
Kumpulan puisi tahun 2009,
karya Nyoman Manda
Kumpulan puisi tiga jilid berjudul ,,Grip Maurip ngintip Ngridip” yang
artinya setiap hasil karya itu ingin mengungkapkan semua kehidupan yang berarti
walaupun kadang-kadang lambat jalannya
Inspirasi saya menamakan kumpulan
puisi ini pertama sarana seorang yang belajar menulis adalah gerip adalah alat tulis dari karas/batu
tulis sarana kitab jaman Jepang,Belanda dan era tahun empat puluhan, dimana
buku tulis sulit di dapat, dari alat ini tumbuhlan tulisan yang berarti dan
bermakna (maurip) karena keinginan
melihat apa saja yang bisa ditulis(ngintip)
walaupun lambat jalannya (ngridip) tapi
berusaha menimbulakn suatu yang berarti.
Boleh
dikatakan selama setahun siang malam saya menulis puisi menunggu ilham datang
dan pada jilid III(3) saya mengumpulkan terjemahan pengarang-pengarang
Indonesia dani Jaman Balai Pustaka sampai Horison terbaru dan
pengarang-pengarang dari seluruh dunia sesuai kemampuan arsip yang saya miliki
kebanyakan Majalah Horison dari tahun delapan puluhan dan akhir tahun saya meras
a lega karena sudah memiliki kumpulan puisi 3 yang komposisinya tebalnya
seperti dibawah ini
Jilid satu setebal 1206 halaman berisi kumpulan puisi sebanyak 1206
puisi.Puisi yang menceritrakan kadaan seluruh aspek kehidupan
Jilid
dua puisi-puisi pendek
dari halaman 1207-2434,berisi puisi-puisi pendek yang bersuara kritis tentang
semua masalah sosial budaya dalam kehidupan manusia
Jilid
tiga
Puisi terjemahan pengarang-pengarang
dari seluruh dunia yang tebalnya dai 2437-3640
Proses penulisan puisi ini berlangsung selama
setahun penuh pada tahun 2009 dan diterbitkan tahun 2010.
Judul
buku : Depang tiang bajang kayang-kayang
Tebal : 100 halaman
Pengarang : Nyoman Manda
Persembahan :
Pondok Tebawutu
Br Teges Gianyar
Tahun : Oktober 2007
Buku
ini merupakan hasil karya Nyoman Manda yang ke 56. Novel setebal 100 halaman
ini bertemakan ketulusan cinta seorang gadis Bali (Nyoman Sari- seorang
pedagang barang seni) ) dengan seorang reporter muda Australia (John Pike).
Percintaan ini berawal ketika John
yang ditugaskan oleh majalahnya di Melbourne untuk menulis tentang budaya Bali. Kemudian ia bertemu dengan seorang gadis Bali di Monkey Forest Ubud Bali yang menolongnya mencarikan
rumah kost selama beberapa bulan di banjar Kalah Ubud. Nyoman Sari sangat
membantu John dalam penulisan budaya dan kehidupan orang Bali
sehingga akhirnya antara keduanya
bersemi cinta yang mendalam.
Buku ini banyak mengisahkan tentang
budaya Bali menggunakan tiga
bahasa, Bali, Indonesia
dan Inggris karena kenyataannya kesehariannya John menemukan ketiga bahasa
pengantar ini yang dipandu denga bersungguh-sungguh oleh Nyoman Sari. Mereka
merencanakan akan menikah karena Nyoman Sari sering diganggu oleh I Sobler
pemuda brandal dari desanya.
Namun kisah ini berkahir lain karena
bulan Oktober John kedatangan teman dari Australia dan pada tanggal 12 Oktober
mereka menginap sehari di Kuta dan malam harinya terjadi musibah bom Kuta di restoran Sari dan
Pady yang menewaskan banyak turis
diantaranya John Pike dan temannya.
Nyoman Sari yang menunggu John
keesokan harinya karena ia berjanji
dengan teman John makan malam di rumahnya . Nyoman Sari melihat tayangan TV yang menceritrakan banyak
turis yang meninggal, Nyoman men ilpun kekasihnya namun tak pernah diangkat
yang akhirnya diketahui meninggal dalam perisatiwa bom itu.
Gadis itu sangat sayang pada
kekasihnya dan bersumpah disaat upacara di Kuta ia tak akan kawin selamanya (
Depang tiang bajang kayang-kayang.—Biarkan saya sendiri selamanya).
Novel ini mengantarkan Nyoman Manda
mendapat Hadiah Sastra Rancage untuk ketiga kalinya. Beberapa koran lokal dan
nasional menulis tentang ini sebagai berikut
Dua Sastrawan Bali Raih Penghargaan
Rabu, 06 Februari 2008 11:29.42 WIB
Harry - Wisatanet.com
Dua sastrawan Bali
masing-masing Drs I Nyoman Manda dan I Made Suatjana, berhasil meraih
penghargaan Sastra Rancage 2007 yang akan diserahkan di Bandung, Jawa Barat,
akhir April mendatang.
"Sesuai surat ketua Dewan Pembina Yayasan Kebudayaan Rancage, saya akan memperoleh penghargaan atas karya novel berjudul "Depang Tiang Bajang Kayang-Kayang" (biarkan saya sendiri selamanya)," kata Nyoman Manda ketika dihubungi ANTARA News di Gianyar, Bali, Minggu.
Sedangkan I Made Suatjana bakal memperoleh penghargaan serupa atas jasanya dalam pembinaan bahasa daerah Bali.
Pria asal Tabanan itu dinilai berjasa dalam menciptakan Bali Simbar, program aksara yang diaplikasikan dalam program komputer untuk mengetik huruf Bali.
Kedua seniman Bali itu selain mendapat penghargaan Sastra Rancage yang akan diserahkan di Bandung, masing-masing juga bakal mendapatkan hadiah uang sebesar Rp5 juta.
Manda yang dikenal sebagai penyair, cerpenis dan pensiuan guru menjelaskan, penghargaan Sastra Rancage yang akan diterimanya kali ini merupakan yang ketiga.
Sebelumnya tahun 1998 menerima penghargaan sebagai pembina Bahasa Daerah Bali, tahun 2003 atas karya novel berjudul "Bungan Gadung Ulung Apancang" dan yang ketiga ini juga atas karya novel.
Karya novel dengan bahasa daerah Bali yang berhasil menyabet penghargaan Sastra Rancage 2007 mengisahkan percintaan antara seorang gadis Bali dengan seorang wartawan Australia.
Percintaan mereka berjalan mulus, tidak terhalang perbedaan budaya. Namun akhirnya kandas di tengah jalan, akibat pria asal Negeri Kangguru tersebut tewas dalam tragedi bom Bali 2002.
Begitu cintanya pada pria pujaannya tersebut, gadis Bali itu tidak akan mencari pacar lagi dan berjanji untuk hidup sendirian selamanya.
Lewat novel tersebut, suami dari Ni Made Seruti (64) itu melukiskan keluhuran dan daya pikat kebudayaan Bali.
Menurut pembantu juri untuk penilaian sastra Bali Dr I Nyoman Darma Putra, novel karya Nyoman Manda menunjukkan fenomena yang heteroglosia karena menggunakan lebih dari satu bahasa, yakni bahasa daerah Bali, bahasa Indonesia dan bahasa Inggris.
"Heteroglosia digunakan untuk menghidupkan dialog antara tokoh Bali dan Australia," ujar Darma Putra yang juga dosen Fakultas Sastra Universitas Udayana
"Sesuai surat ketua Dewan Pembina Yayasan Kebudayaan Rancage, saya akan memperoleh penghargaan atas karya novel berjudul "Depang Tiang Bajang Kayang-Kayang" (biarkan saya sendiri selamanya)," kata Nyoman Manda ketika dihubungi ANTARA News di Gianyar, Bali, Minggu.
Sedangkan I Made Suatjana bakal memperoleh penghargaan serupa atas jasanya dalam pembinaan bahasa daerah Bali.
Pria asal Tabanan itu dinilai berjasa dalam menciptakan Bali Simbar, program aksara yang diaplikasikan dalam program komputer untuk mengetik huruf Bali.
Kedua seniman Bali itu selain mendapat penghargaan Sastra Rancage yang akan diserahkan di Bandung, masing-masing juga bakal mendapatkan hadiah uang sebesar Rp5 juta.
Manda yang dikenal sebagai penyair, cerpenis dan pensiuan guru menjelaskan, penghargaan Sastra Rancage yang akan diterimanya kali ini merupakan yang ketiga.
Sebelumnya tahun 1998 menerima penghargaan sebagai pembina Bahasa Daerah Bali, tahun 2003 atas karya novel berjudul "Bungan Gadung Ulung Apancang" dan yang ketiga ini juga atas karya novel.
Karya novel dengan bahasa daerah Bali yang berhasil menyabet penghargaan Sastra Rancage 2007 mengisahkan percintaan antara seorang gadis Bali dengan seorang wartawan Australia.
Percintaan mereka berjalan mulus, tidak terhalang perbedaan budaya. Namun akhirnya kandas di tengah jalan, akibat pria asal Negeri Kangguru tersebut tewas dalam tragedi bom Bali 2002.
Begitu cintanya pada pria pujaannya tersebut, gadis Bali itu tidak akan mencari pacar lagi dan berjanji untuk hidup sendirian selamanya.
Lewat novel tersebut, suami dari Ni Made Seruti (64) itu melukiskan keluhuran dan daya pikat kebudayaan Bali.
Menurut pembantu juri untuk penilaian sastra Bali Dr I Nyoman Darma Putra, novel karya Nyoman Manda menunjukkan fenomena yang heteroglosia karena menggunakan lebih dari satu bahasa, yakni bahasa daerah Bali, bahasa Indonesia dan bahasa Inggris.
"Heteroglosia digunakan untuk menghidupkan dialog antara tokoh Bali dan Australia," ujar Darma Putra yang juga dosen Fakultas Sastra Universitas Udayana
Tidak ada komentar:
Posting Komentar